Senin, 14 Februari 2011

Tentang Maulid Nabi

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin : Apa hukum perayaan hari kelahiran Nabi?

Jawaban
Pertama: Malam kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti, tapi sebagian ulama memastikan bahwa itu pada malam kesembilan Rabi’ul Awal, bukan malam kedua belasnya. Kalau demikian, perayaan pada malam kedua belas tidak benar menurut sejarah.

Kedua: Dipandang dari segi syari’at, perayaan itu tidak ada asalnya. Seandai itu termasuk syari’at Allah, tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan dan telah menyampaikan kepada umatnya, dan seandainya beliau melakukan dan menyampaikannya, tentulah syari’at ini akan terpelihara, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

Artinya : "Sesungguh Kamilah yg menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguh Kami benar-benar memeliharanya” [Al-Hijr : 9].

Karena tidak demikian, maka diketahui bahwa perayaan itu bukan dari agama Allah, dan jika bukan dari agama Allah, maka tidak boleh kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan itu. Untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, Allah telah menetapkan cara tertentu untuk mencapainya, yaitu seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin kita sebagai hamba biasa, mesti memuntuk cara sendiri yg berasal dari diri kita untuk mengantarkan kita mencapainya? Sungguh peruntukan ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena kita melaksanakan sesuatu dalam agama-Nya yang tidak berasal dari Nya, lain dari itu, peruntukan ini berarti mendustakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 
Artinya : "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu" [Al-Ma’idah : 3]

Kami katakan: Perayaan ini, jika memang termasuk kesempurnaan agama, mesti telah ada semenjak sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jika tidak termasuk kesempurnaan agama, maka tidak mungkin termasuk agama, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,.

Arti : "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu." [Al-Ma’idah :3]

Orang yg mengklaim bahwa ini termasuk kesempurnaan agama dan diadakan setelah wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ucapan mengandung pendustaan terhadap ayat yg mulia tadi. Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yg menyelenggarakan perayaan hari kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah hendak mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menunjukkan kecintaan terhadap beliau serta membangkitkan semangat yg ada pada mereka yang kesemuanya itu termasuk ibadah, mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan ibadah, bahkan tidak sempurna keimanan seseorang sehingga menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dicintai daripada diri sendiri, anaknya, orang tua dan manusia lainnya, mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk ibadah, demikian juga kecenderungan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk bagian dari agama karena mengandung kecenderungan terhadap syari’atnya. Jadi, menurut mereka perayaan hari kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan Rasul-Nya merupakan ibadah. Karena ini merupakan ibadah, sementara ibadah itu sama sekali tidak boleh dilakukan sesuatu yang baru dalam agama Allah yang tidak berasal dari Nya, maka perayaan hari kelahiran ini bid’ah dan haram hukumnya.

Kemudian dari itu, kami juga mendengar, bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diakui syari’at, naluri dan akal, dimana para pelaku mendendangkan qasidah-qasidah yang mengandung ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai memposisikan beliau lebih utama daripada Allah. Na’udzu billah. Selain itu juga, kami mendengar dari kebodohan para pelakunya, ketika dibacakan kisah kelahiran beliau, lalu bacaan itu sampai pada kalimat ‘wulida al-musthafa mereka semua berdiri dgn satu kaki, mereka berujar bahwa ruh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir di situ maka mereka berdiri untuk memuliakannya. Sungguh ini suatu kebodohan. Kemudian dari itu, berdiri mereka itu tidak termasuk adab, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak menyukai orang berdiri untuknya. Bahkan para sahabat beliau merupakan orang-orang yg paling mencintai dan memuliakan beliau, tidak pernah berdiri untuk beliau, karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukainya, padahal saat itu beliau masih hidup.
Bagaimana bisa kini khayalan-khalayan mereka seperti itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar